Semangat Para Dokter
Sumber Foto : http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/11/23/lv42au-demi-papua-sang-dokter-tinggalkan-kemewahan-ibukota
Dan apabila ditempatkan disebuah tempat yang juga untuk anak
tidak ada sekolah yang selayaknya pasti jelas kami tidak mau.
Ratio dokter
menurut WHO adalah 41 dokter/100 ribu
penduduk dan Indonesia sudah melewati batas tersebut mencapai 42,9 dokter/ 100
ribu penduduk menurut indikator World Health
Organization (WHO). Sementara Indonesia masih menggunakan perhitungan 1
dokter/ 1000 penduduk. Ini yang keliru sehingga membuat Indonesia terus
kewalahan.
Sebenarnya yang
harus menjadi perhatian bagi negara adalah distribusi yang amat sangat tidak
merata.
Apa yang
menyebabkan distribusi tidak merata?
Banyak
masalah oleh karena sekolah dokter adalah sekolah yang paling mahal, sekolah
yang paling lama, semua sekolah lain itu selesai 4 tahun sudah bisa langsung
bekerja sementara dokter menyelesaikan “S.Ked”
nya tidak bisa bikin apa-apa, tidak bisa kerja, selesai S1 harus lagi mengikuti
Kepaniteraan di Rumah Sakit dan Puskesmas selama 2 tahun, selesai 2 tahun harus
menunggu paling cepat 6 bulan baru bisa selesai ujian kompetensi dokter, kalau
sudah selesai mengikuti ujian kompetensi dokter harus lagi mengikuti ujian lain
yang disebut dengan imprehensif selama 1 tahun tapi ujian imperhensif itu tidak
berarti orang yang selesai ujian kompetensi dokter bisa langsung mengikutinya
karena menunggu lagi karena produksi dokter setiap tahunya adalah 8000 orang
dan lapangan untuk imperhensif itu tersebut terbatas sehingga harus menunggu dan
paling cepat menunggu kira-kira 6 bulan.
4+2+1+1 = 8
tahun.
8 tahun
dengan biaya yang sangat mahal, selesai itu akan ditempatkan di Puskesmas atau
sarana kesehatan di daerah terpencil dengan fasilitas buruk. Pastinya secara manusiawi tidak akan mau. Karena lebih baik di kota karena
pendapatan yang dapat memenuhi kembali pengeluaran dari lamanya sekolah. Dengan
kajian ini maka seperti kalimat pembuka diatas yang saya tulis tentang point
pengabdian seorang dokter.
Lama lagi..
Susah lagi..
Itulah
sebabnya bagaimana negara memberikan reward
atau penghargaan yang harus diberikan kepada seorang dokter yang menempuh
pendidikan dengan begitu mahal (tidak bicara bisnis) kalau biaya yang
dikeluarkan dan kalau pun akan mengabdi didaerah pelosok pastinya seorang
dokter akan berpikir dua kali tidak lagi bicara pengabdian tetapi bicara akan
unsur-unsur yang lainnya yang menjadi pertimbangan.
Beasiswa
adalah salah satu kemudahan yang kemudian ketika mendapatkan beasiswa ini
adalah mereka yang berasal dari keluarga yang kurang mampu atau yang memiliki
kompetensi tetapi tidak bisa melanjutkan karena kendala yang lain maka
hitunganya akan berbeda dengan adanya semacam perjanjian bila lulus maka harus
mengabdi di pedalaman didaerah terpencil dengan jangka waktu yang ditentukan
dan sebagainya.
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa layanan kesehatan bagi penduduk Indonesia dinilai
masih belum maksimal dan belum merata. Masih ada ketimpangan lebih pada daerah
pinggiran dan daerah terpencil. Ratio jumlah penduduk yang perlu dilayani
dengan ratio dokter belum berimbang dampaknya masih banyak wilayah-wilayah
tertentu yang masyarakatnya masih jauh dari akses dokter padahal mereka juga
memerlukan penanganan dokter ketika mereka sakit.
Dengan
jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa dengan ratio ideal setiap 1000 penduduk
dilayani 1 dokter memang di Indonesia seyogyanya ada 250 ribu dokter. Jumlah
dokter yang ada saat ini masih jauh dari angka ideal saat ini yakni sekitar
110ribu dokter belum ada separuhnya dari ratio
ideal artinya secara kuantitatif Indonesia masih perlu banyak dokter.
Belum lagi
penyebaran dokter yang masih belum merata, kebanyakan menumpuk di kota sehingga
pemerataan layanan penduduk dengan jumlah dokter masih jauh dari ideal.
Lantas apa
yang harus dilakukan agar layanan tenaga dokter terhadap masyarakat dapat
maksimal?
Ratio
perhitungan antara negara dan WHO sangatlah berbeda. 42,9 dokter /100ribu orang
sementara negara 1 dokter/ 1000 orang.
Membingungkan
!!
Kita tidak
usah membandingkan dengan negara lain karena masih sangat jauh bila akan
memenuhi nya yang terpenting adalah solusinya sekarang bagaimana meratakan para
dokter di tanah air agar dapat menyebar ke daerah disamping itu penghargaan
bahkan beasiswa bagi dokter harus menjadi perhatian. Membuka fakultas
kedokteran pada perguruan tinggi yang dinilai mempunyai kemampuan.
Tentu dengan
kualifikasi dan syarat-syarat khusus begitu perlu sekali.
Data yang
ada menunjukan bahwa di Indonesia saat ini sudah ada 75 fakultas kedokteran
dimana 65 diantaranya telah menghasilkan dokter-dokter yang berjumlah total
8000 orang.
Sudah bukan
rahasia untuk menjadi seorang dokter dibutuhkan biaya yang sangat mahal bisa
mencapai ratusan juta rupiah. Ini juga menjadi penyebab mengapa hanya sebagian
kecil lulusan SMA ditanah air yang memiliki kesempatan dapat melanjutkan ke
fakultas kedokteran. Mungkin karena biaya mahal pula seorang dokter tak mau bertugas
atau membuka praktek didaerah pedalaman atau daerah luar karena identik dengan
pendapatan yang kecil dan fasilitas yang kurang.
Bagaimana dapat
meningkatkan kesejaterhan dokter-dokter yang mengabdi di pedalaman?
Dan
bagaimana meratakan keberadaan dokter-dokter diseluruh pelosok tanah air?
Komentar
Posting Komentar