Semangat Para Dokter


Point pengabdian yang kemudian membuat saya bertanya pada beberapa dokter,  kemudian mereka pun mengatakan ya memang pengabdian tapi pertama kuliah saja habis 300 juta
loh. Selama bertahun - tahun berapa habis?

Dan apabila ditempatkan disebuah tempat yang juga untuk anak tidak ada sekolah yang selayaknya pasti jelas kami tidak mau. 

Ratio dokter menurut WHO adalah 41 dokter/100 ribu penduduk dan Indonesia sudah melewati batas tersebut mencapai 42,9 dokter/ 100 ribu penduduk menurut indikator World Health Organization (WHO). Sementara Indonesia masih menggunakan perhitungan 1 dokter/ 1000 penduduk. Ini yang keliru sehingga membuat Indonesia terus kewalahan.
Sebenarnya yang harus menjadi perhatian bagi negara adalah distribusi yang amat sangat tidak merata. 

Apa yang menyebabkan distribusi tidak merata?

Banyak masalah oleh karena sekolah dokter adalah sekolah yang paling mahal, sekolah yang paling lama, semua sekolah lain itu selesai 4 tahun sudah bisa langsung bekerja sementara dokter menyelesaikan  “S.Ked” nya tidak bisa bikin apa-apa, tidak bisa kerja, selesai S1 harus lagi mengikuti Kepaniteraan di Rumah Sakit dan Puskesmas selama 2 tahun, selesai 2 tahun harus menunggu paling cepat 6 bulan baru bisa selesai ujian kompetensi dokter, kalau sudah selesai mengikuti ujian kompetensi dokter harus lagi mengikuti ujian lain yang disebut dengan imprehensif selama 1 tahun tapi ujian imperhensif itu tidak berarti orang yang selesai ujian kompetensi dokter bisa langsung mengikutinya karena menunggu lagi karena produksi dokter setiap tahunya adalah 8000 orang dan lapangan untuk imperhensif itu tersebut terbatas sehingga harus menunggu dan paling cepat menunggu kira-kira 6 bulan. 

4+2+1+1 = 8 tahun. 

8 tahun dengan biaya yang sangat mahal, selesai itu akan ditempatkan di Puskesmas atau sarana kesehatan di daerah terpencil dengan fasilitas buruk.  Pastinya secara manusiawi  tidak akan mau. Karena lebih baik di kota karena pendapatan yang dapat memenuhi kembali pengeluaran dari lamanya sekolah. Dengan kajian ini maka seperti kalimat pembuka diatas yang saya tulis tentang point pengabdian seorang dokter.

Lama lagi..

Susah lagi..

Itulah sebabnya bagaimana negara memberikan reward atau penghargaan yang harus diberikan kepada seorang dokter yang menempuh pendidikan dengan begitu mahal (tidak bicara bisnis) kalau biaya yang dikeluarkan dan kalau pun akan mengabdi didaerah pelosok pastinya seorang dokter akan berpikir dua kali tidak lagi bicara pengabdian tetapi bicara akan unsur-unsur yang lainnya yang menjadi pertimbangan. 

Beasiswa adalah salah satu kemudahan yang kemudian ketika mendapatkan beasiswa ini adalah mereka yang berasal dari keluarga yang kurang mampu atau yang memiliki kompetensi tetapi tidak bisa melanjutkan karena kendala yang lain maka hitunganya akan berbeda dengan adanya semacam perjanjian bila lulus maka harus mengabdi di pedalaman didaerah terpencil dengan jangka waktu yang ditentukan dan sebagainya.  

Sudah menjadi rahasia umum bahwa layanan kesehatan bagi penduduk Indonesia dinilai masih belum maksimal dan belum merata. Masih ada ketimpangan lebih pada daerah pinggiran dan daerah terpencil. Ratio jumlah penduduk yang perlu dilayani dengan ratio dokter belum berimbang dampaknya masih banyak wilayah-wilayah tertentu yang masyarakatnya masih jauh dari akses dokter padahal mereka juga memerlukan penanganan dokter ketika mereka sakit. 

Dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa dengan ratio ideal setiap 1000 penduduk dilayani 1 dokter memang di Indonesia seyogyanya ada 250 ribu dokter. Jumlah dokter yang ada saat ini masih jauh dari angka ideal saat ini yakni sekitar 110ribu dokter belum ada separuhnya dari ratio ideal artinya secara kuantitatif Indonesia masih perlu banyak dokter.

Belum lagi penyebaran dokter yang masih belum merata, kebanyakan menumpuk di kota sehingga pemerataan layanan penduduk dengan jumlah dokter masih jauh dari ideal.
Lantas apa yang harus dilakukan agar layanan tenaga dokter terhadap masyarakat dapat maksimal?

Ratio perhitungan antara negara dan WHO sangatlah berbeda. 42,9 dokter /100ribu orang sementara negara 1 dokter/ 1000 orang. 

Membingungkan !!

Kita tidak usah membandingkan dengan negara lain karena masih sangat jauh bila akan memenuhi nya yang terpenting adalah solusinya sekarang bagaimana meratakan para dokter di tanah air agar dapat menyebar ke daerah disamping itu penghargaan bahkan beasiswa bagi dokter harus menjadi perhatian. Membuka fakultas kedokteran pada perguruan tinggi yang dinilai mempunyai kemampuan. 

Tentu dengan kualifikasi dan syarat-syarat khusus begitu perlu sekali. 

Data yang ada menunjukan bahwa di Indonesia saat ini sudah ada 75 fakultas kedokteran dimana 65 diantaranya telah menghasilkan dokter-dokter yang berjumlah total 8000 orang.
Sudah bukan rahasia untuk menjadi seorang dokter dibutuhkan biaya yang sangat mahal bisa mencapai ratusan juta rupiah. Ini juga menjadi penyebab mengapa hanya sebagian kecil lulusan SMA ditanah air yang memiliki kesempatan dapat melanjutkan ke fakultas kedokteran. Mungkin karena biaya mahal pula seorang dokter tak mau bertugas atau membuka praktek didaerah pedalaman atau daerah luar karena identik dengan pendapatan yang kecil dan fasilitas yang kurang.


Bagaimana dapat meningkatkan kesejaterhan dokter-dokter yang mengabdi di pedalaman?
Dan bagaimana meratakan keberadaan dokter-dokter diseluruh pelosok tanah air?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesia & Buah

Membongkar Isi UU 21 Otonomi Khusus Papua (Affirmative Action 14 Kursi Orang Asli Papua di Parlemen)

Kebijakan Publik Dalam Ranah Politik